27 Mei 2009

Memahami Fatwa Haram Facebook

Facebook, sebagai sebuah ‘sarana’ dan ‘senjata’ pada dasarnya statusnya berawal dari netral yaitu halal. Pengguna facebook-lah yang kemudian menjadikannya berubah ‘status’ menjadi haram atau tetap dalam kehalalannya. Halal ketika digunakan tetap pada koridor kepatuhan syar’I dengan menjaga adab-adab dan etika pergaulan. Haram ketika facebook digunakan untuk memperlancar kemaksiatan serta mendalami hal-hal yang sia-sia tiada guna. Jadi sampai dititik ini, kembali kepada pelakunya. The man behind the gun.

FILOSOFIS KEHALALAN FACEBOOK

Filosofis status awal kehalalan facebook sendiri bisa kita yakini dari beberapa dalil syar’I, diantaranya secara sederhana kami sebutkan :

1. Kaidah : “ Al-Aslu fil As’sya’ Mubahah “. Yaitu asal (hukum) dari segala sesuatu awalanya adalah boleh. Segala sesuatu dimuka bumi ini, awalnya memang dijadikan sebagai fasilitas bagi manusia untuk mengelolanya. Karenanya status awalnya memang boleh, bahkan memang diarahkan untuk membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan dan melacarkan pekerjaannya. Dalam beberapa ayat diisyaratakan hal tersebut :
“ Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu “ (QS Al-Baqoroh 29)
“Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. “( QS Luqman 20)

2. Lebih mendalam lagi , dalam masalah ‘muamalat’ atau segala hal yang tidak berkaitan dengan ibadah khusus, semacam : jual beli, transaksi, budaya, politik, maka berlaku kaidah yang menyatakan : “ Asal dari muamalah, adat (budaya) adalah halal, hingga datang sebuah dalil yang shohih (kuat) dan shorih (jelas/tegas) dalam pengharamannya” . Hali ini berbeda dengan tatacara ibadah, dimana kita tidak boleh bereksperimen dalam ibadah, hingga ada dalil yang jelas mengaturnya. Kaidah ini termuat secara lugas dalam kitab I’laam Muwaqiinn karya monumental Ibnul Qayyim al-Jauziyah. Nah, dalam kaidah ini posisi facebook jelas masuk dalam kategori “budaya” atau bahasa yang lebih populernya adalah : life style. Karenanya, jika ada nash-nash syar’I yang menghantam banyak aktifitas facebook kita, dengan sendirinya status kehalalannya layak dipertanyakan ulang.

3. Banyak dijelaskan dalam riwayat shohih tentang netralitas sebuah ‘sarana’ atau wasilah. Di dalam Al-Quran saja, ketika menyebut tentang harta selalu mengarah pada statusnya sebagai sarana. Karenanya banyak ayat AL-Quran yang mencela orang-orang yg gagal menggunakan hartanya untuk kebaikan, dan sebaliknya ; memuji mereka yang berhasil mengelola hartanya dengan baik sesuai aturan agama. Jika mau melihat contoh lebih ekstrim lagi, di dalam sebuah hadits juga disebutkan bagaimana “kemaluan” (maaf-red) adalah sebuah sarana yang bisa berbuah pahala sedekah, jika digunakan untuk menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri, tetapi bisa juga berubah menjadi kehinaan dan dosa besar jika untuk berzina dan perselingkuhan. Nah, dengan demikian “facebook’ sebagai sebuah sarana, mengikuti ‘teori netralitas’ sebagaimana sarana atau senjata yang lainnya.

MEMAHAMI PENGHARAMAN FACEBOOK

Munculnya fatwa haramnya facebook di Jawa Timur harus disikapi dengan arif. Saat ini bukan zamannya merasa benar sendiri. Banyak komentar di facebook yang kadang mencela berlebihan terhadap fatwa tersebut. Tanpa mengurangi rasa hormat kami kepada yang berkomentar, saya tidak terlalu yakin bahwa mereka yang berkomentar itu telah mengkaji sungguh-sungguh tentang hukum facebook dalam Islam. Lebih banyak yang muncul adalah argumentasi-argumentasi pembelaan yang lebih terasa aura subjektifnya daripada objektif. Barangkali kita –sesama facebooker dan blogger dakwah- perlu sedikit berlapang dada jika memang fatwa tersebut muncul dengan prosedur yang benar, yaitu melihat secara tinjauan dalil syar’I yang dipasangkan dengan realitas yang ada. Kita juga perlu memahami lebih mendalam tentang ‘hakikat’ sebuah fatwa, sehingga tidak terlalu tergesa-gesa untuk memandang sebuah fatwa dengan sebelah mata.

Bagi penulis, apa yang tertuang dalam fatwa tersebut sudah selayaknya dipahami dengan melihat dari dua sisi pandang islam.

Pertama : Kaidah Ushul Fikh tentang “ Saddu Ad-Daarooi’ “, yaitu dimungkinkannya mengharamkan suatu hal –yang awalnya halal- untuk mencegah terjadinya sebuah kemaksiatan atau kerusakan yg lebih besar. Didalam Al-Quran disebutkan beberapa contoh, diantaranya :
“ Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan “ (QS Al-An’am 108) .

Ayat di atas melarang kaum muslimin untuk mencela sesembahan selain Allah, bukan karena hal itu adalah terlarang, tapi karena ditakutkan akan berbuah kerusakan yang lebih besar, yaitu mencaci maki Allah SWT dengan yang lebih tidak berdasar lagi.

Nah, sebagaimana kita tahu, bahwa proses lahirnya fatwa tersebut juga dari hasil pengamatan pada perilaku santriwati yang terjangkit “facebook addict” sehingga mengubah konsentrasi mereka dari belajar ke pertemanan yang lebih luas tanpa batas. Pihak pengasuh juga ‘mungkin’ melihat beberapa kasus upaya lawan jenis untuk memikat santriwati anak didik mereka. Jadi dari pijakan inilah, mungkin fatwa tersebut disusun. Yaitu tidak lebih dari upaya ‘pencegahan’ atas sebuah akibat yang lebih besar lagi. Barangkali yang dimaksudkan adalah ; menurunnya prestasi santri, plus pergaulan yang tidak terkontrol lagi, sehingga berakhir dengan lunturnya nilai-nilai keislaman.

Jika memang upaya ‘sad daro’I, maka kemunculan fatwa tersebut sebenarnya adalah wajar-wajar saja. Yang jelas memang, karakteristik dasar sebuah fatwa adalah ‘anjuran dan panduan’, berbeda dengan qodho’ atau keputusan hukum yang mengikat.

Kedua, Metode Amar makruf dan Nahi Munkar yang disesuaikan dengan ruang lingkupnya
Di dalam Islam, kewajiban beramar makruf dan nahi munkar diikat dengan metodologi yang bertahap. Tidak semua orang bisa melakukan dalam setiap keadaan. Tapi hukum amar makruf nahi munkar ini tetap wajib, jika memang dipandang mampu untuk melakukannya dan sesuai dengan ‘ruang lingkup’ pengaruhnya.

Kita masih ingat sebuah hadits shahih yang menyatakan :
” Barang siapa yang melihat kemungkaran, maka hendaklah mengubahnya dengan tangan, jika tidak bisa maka dengan lisan, jika tidak mampu maka dengan hati, maka itu adalah selemah-lemah iman “ (HR Muslim dari Abu Said Al-Khudry)

Nah, apa yang diupayakan oleh pihak yang mengeluarkan fatwa tersebut, juga bisa kita pahami sebagai usaha ‘amar makruf nahi munkar’, sesuai dengan ruang lingkup pengaruh mereka. Kita bisa memahami bahwa yang mengeluarkan fatwa adalah pihak-pihak yang memang mempunyai otoritas untuk mengarahkan santri-santrinya dalam bersikap. Karenanya, tidak menjadi masalah jika mereka menerapkan fatwa tersebut dalam lingkup terbatas, tentu saja dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu sebagaimana yang kita bahas sebelumnya. Langkah fatwa ini mirip sopir bus yang menuliskan di dalam busnya : Dilarang mengeluarkan anggota badan, atau dilarang merokok “.
Jadi langkah fatwa tersebut, tidak lebih dari ‘kesuksesan’ meningkatkan tingkatan amar makruf nahi munkar, dari sekedar ‘mengingkari dalam hati’ menjadi dengan lisan bahkan dengan tangan atau otoritas. Wallahu a’lam

MENJAGA KEHALALAN FACEBOOK

Terakhir, walau bagaimanapun tetap harus diakui bahwa di dalam aktifitas facebook menyimpan banyak celah untuk bermaksiat. Terlepas dari status dasarnya yang halal, mungkin saja disela-sela aktifitas kita dalam mengelola facebook muncul celah-celah kemaksiatan, yang jika tidak dihindari justru akan menjerumuskan kita lebih dalam. Ingat pepatah ulama : “ tidak disebut dosa kecil jika dilakukan secara terus menerus”. Status dasar facebook memang halal, tapi terkadang itu bisa menipu kita sehingga mengatakan bahwa semua yang difacebook itu baik dan halal. Karenanya, tetap saja kita membutuhkan guidence agar tetap berada pada jalurnya. Agar status kehalalan facebook tidak menjadi luntur karena aktifitas kita. Ada beberapa hal yang perlu kita lakukan diantaranya :

1. Tetapkan visi yang baik dalam memulai membuka sebuah account facebook. Awali dengan niatan-niatan mulia yang tidak menjauhkan kita dari keridhoan Allah SWT. Seperti niat : berdakwah, meningkatkan ukhuwah, menambah teman dan jaringan, menambah info dan pengetahuan, menambah semangat dll.
2. Pastikan seluruh yang kita tulis, baik dari profil kita maupun status, note dan comment tidak jauh melenceng dari visi awal yang kita torehkan.
3. Tidak ada kata toleransi untuk kedustaan. Misalnya dusta dalam profil, atau menceritakan sesuatu yang tidak dialami dalam status.
4. Tidak mengikuti kuis, event, atau grup yang benar-benar tidak berguna dan hanya menghabiskan waktu saja.
5. Menjaga adab pergaulan antar sesama lawan jenis. Jika memang diperlukan untuk berkomunikasi, cukup melalui wall post saja yang bersifat terbuka. Penggunaan message dan chat yang sifatnya pribadi untuk komunikasi antar lawan jenis sangat tidak dianjurkan bagi mereka yang tidak jelas visi nya dalam ber-facebook.
6. Tidak terlalu berlebihan dalam ‘bersilaturahmi’ ke wall teman, message apalagi chat. Karena dalam islam pun silaturahmi ada adabnya juga. Sebuah hadits menyatakan : Berkunjunglah jarang-jarang, maka akan bertambah kecintaan (HR Hakim, Thobroni) . Semua ini dilakukan untuk menjaga agar tidak saling mengganggu privaci seseorang.
7. Tidak terlalu bersu’udzhon dengan message, wall atau chat yang tidak terbalas. Karena Islam juga menghargai kebebasan dan privasi seseorang, karena bisa jadi memang ada kesibukan yang tidak tergantikan. Masih ingat sebuah hadits yang menyatakan, jika mengetuk pintu/salam tiga kali dan tidak ada yang membukakan, maka sang tamu dianjurkan untuk pulang.
8. Jika memang meniatkan untuk berdakwah dalam facebook, maka hendaklah bisa istiqomah dan menyemangati yang lain untuk juga berdakwah.
9. Tidak terpaku dan terhenti pada iklan-iklan facebook yang mengumbar aurat dan kemaksiatan.
10. Penggunaan facebook hendaknya diefektifkan untuk selaras dengan visi awal. Tidak selayaknya berlebihan bahkan jika itu melalaikan dari ibadah dan menurunkan prestasi kerja, maka dengan sendirinya facebook menjadi musuh berbahaya yang mengancam masa depan anda dunia akhirat.

Wallahu a’lam bisshowab.

11 komentar:

  1. "Munculnya fatwa haramnya facebook di Jawa Timur"

    kemaren sudah diluruskan untuk dibenarkan oleh Jubir di TV bahwa bukan fatwa haramnya facebook tapi haram terhadap perlakuannya. seperti posting ustadz di atas yaitu "Pengguna facebook-lah yang kemudian menjadikannya berubah ‘status’ menjadi haram"..

    BalasHapus
  2. minta ijin ngopi boleh ga????

    BalasHapus
  3. silahkan saja .. terima kasih ikut menyebarkan

    BalasHapus
  4. askum..
    sy mnt ijin ndopi jg y..
    syukron,,
    wslm........

    BalasHapus
  5. assalamualaikum....
    saya mnt ijin meng-copy....

    kalo boleh brtanya....
    1. apa itu fatwa?
    2. adakah dalil tentang fatwa?
    3. siapa yang dinyatakan "pantas" untuk mengeluarkan fatwa?
    4. Wajibkah kita sebagai seorang muslim untuk mentaatinya?

    Terima kasih banyak....
    wsslm...

    BalasHapus
  6. setuju mas, tapi ane kok masih bingung, apa benar facebook itu buatan yahudi yang secara positif membantu israel? salam kenal mas, tukeran link dan saling share ide yuk.....

    BalasHapus
  7. @all : Silahkan yang mau copass, terima kasih ikut menyebarkan
    @luki :
    1)fatwa adalah jawaban dari sebuah pertanyaan/permasalahan yang ditujukan kepada mufti berkaitan dg masalah kehidupan/keagamaan.
    2) byak diantarnya :
    QS An-Nahl ayat 43 : " Dan bertanyalah kepada ahli dzikr (ulama) jika engkau tidak mengetahui "
    Begitu pula dalam ayat lain dan hadits lain.
    3) memang tidak semua orang bisa jadi mufti, ada syarat-syarat dan adab-nya. Seperti : mengetahui usul fiqh, ikhtilaf ulama dsb. bisa dirujuk lg dibuku yg khusus membahas itu. atau googling dg tag : mufti. fatwa , dsb
    4) wajib bagi yang bertanya untuk mengikuti fatwa tersebut, adapun selain yg bertanya sifatnya panduan/anjuran saja. Wallahu a'lam

    @mas bahak : tentang buatan yahudi saja tidak serta merta menjadikannya haram, memang yg perlu dipastikan adalah benar tidaknya FB ikut menyandang dana perang israel. Dan itu membutuhkan data, penelitian yang semestinya dari organisasi terpercaya, bukan asumsi pribadi belaka. Nah, sambil menunggu penelitian lebih lanjut, lebih produktif lagi kalo kita gunakan FB untuk 'membela' palestina dan mengecam israel. JAdi tetap terus berkontribusi.

    BalasHapus
  8. Pengeluaran fatwa ulama mengenai suatu hal memang sesuatu yang wajar, apalagi menyangkut kepentingan umat. termasuk mengenai facebook. kalau menurut hemat saya, facebook sama dengan hal lainnya. yaitu mengandung manfaat dan madharat tergantung dari aspek si pengguna. kalau dipergunakan sebagai wasilah untuk menyambung tali silaturahim atau bahkan berdakwah sekalipun, tentu akan sangat bermanfaat nilainya. namun lain halnya apabila digunakan untuk yang berkebalikan.
    oleh karena itu, sebagai masyarakat umum hendaknya kita mafhum dengan adanya fatwa semacam ini. pada dasarnya bukan untuk mengintervensi umat secara utuh, namun lebih kepada upaya preventif dari para ulama agar umatnya tidak terjerumus ke dalam jurang dosa.
    Mengembalikan Jati Diri Bangsa

    BalasHapus
  9. assalamu'alaykum...afwan ini ada data2 soal hubungan facebook dengan yahudi...

    http://dzikrina22.wordpress.com/2009/01/15/ill-delete-my-facebook-account-why/

    BalasHapus
  10. af...saya orng awam tetapi kalau FB dikait-kaitkan sama orng2 yahudi itu masalah lain, mungkin ini berkaitan dgn boikot yang dilakukan oleh para ikwan kita, tapi berbeda pendapat boleh kan?! karena sy pun mengikuti fatwanya para ulama. sekalilagi mohon ma'af. buat ustd penulis artikel ini, Jazakallah, tulisannya bisa menambah keilmuan saya, dan terima kasih sdh mau berkunjung k tempat saya:-)

    BalasHapus
  11. mnurut saya pengguna nya lah yg menjadikannya haram karena digunakan untuk berbuat maksiat...

    BalasHapus